Minggu, 27 Februari 2011

permulaan

Memang lebih mudah mengasah tajam-tajam pedang perbedaan daripada membuatnya menjadi seperti kayu api. Kayu api yang berbeda panjangnya, disusun bersilangan agar api menjadi nyala dan hangat. Berikut ini ada cerita dari satu sudut pandang melihat perbedaan. Ketika ia memilih pedang ketimbang kayu api. tapi, pedangpun semisal bisa berfungsi menebas ranting-ranting pohon dan menjadikannya "kayu api".



Bicara-bicara
1.  EXT. BASE CAMP – SEBUAH RUMAH YANG DIJADIKAN TEMPAT BERKUMPUL PEMUDA2 ASLI DAERAH (SIANG)
Ikra baru saja sampai di basecamp untuk menghadiri pertemuan dengan pemuda daerah lainnya. Di pintu depan ia berdiri sebentar kemudian menoleh ke belakang karena merasa diikuti oleh seseorang atau sesuatu. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, ia masuk ke dalam.
CUT TO

2.  INT. BASE CAMP – SEBUAH RUMAH YANG DIJADIKAN TEMPAT BERKUMPUL PEMUDA2 ASLI DAERAH (SIANG)
Cast: Ikra, Jhon, Tomi, Hakim
Ikra melewati sebuah kamar. Dari pintunya yang terbuka sedikit, ia dapat mencuri dengar seseorang tengah dintimidasi di dalam dan suara Jhon (rekan Ikra). Ia menyimak sebentar.
Jhon
Sudah kubilang kan, kau tak berhak tinggal di sini
Suara
(gemetar ketakutan)
Tapi, Saya cuma mencari hidup mas. Ndak lebih…
Jhon
Hey, membantah kau.
(terdengar suara kursi kayu dibanting)
Pulang ke kampung kau sana. Pulang!

Ikra melanjutkan ke ruang tengah. Di sana sudah  ada  Tomi dan Hakim sedang membicarakan sesuatu.


Tomi
(melihat ke arah Ikra)
Oh, kau Ikra. Ayo duduk
Ikra
(duduk dihadapan Tomi dan Hakim)
Ada apa ini? ada perlu apa denganku?
Hakim
(menggeser duduknya)
Ada hal penting yang hendak kami bicarakan denganmu
Jhon
(keluar dari kamar sambil menyeka wajahnya yang berpeluh, kemudian bergabung dengan pemuda2 lainnya)
Kau sudah di sini rupanya. Bagaimana pekerjaanmu. Ada lancar? (langsung duduk)

Tomi berdiri, menghampiri Jhon membisikkan sesuatu, lalu berlalu untuk mengambil teko dan beberapa gelas. Kemudian ia kemnali ke pembicaraan.

Ikra
Alhamdulillah. Semua lancar. Hanya saja persaingan semakin terbuka akhir2 ini, jadi aku agak sibuk. Maaf, kalau aku mulai jarang berkumpul dengan kau semua.
Tomi
(tertawa kecil)
Itulah salah satu yang akan kita bicarakan
Ikra
(mengerutkan dahi)
Maksudmu apa? Aku tidak mengerti?

Hakim
(sambil menuangkan minuman satu per satu)
Maksudnya Tomi adalah sainganmu. Kebanyakan dari mereka adalah pendatang. Migran. Banyak pemuda2 kita yang mengeluhkan kehadiran mereka. Penghasilan jadi sedikit. Bayangkan jika para Migran itu tidak ada di sini.
Ikra
Lantas, kau mau buat apa?
Jhon
(mereguk air minum)
Ya menyingkirkan mereka lah… mau apa lagi
Ikra
Gila kau Jhon. Jangan2 kau hendak berbuat seperti dua tahun yang lalu. Iya?
Mengaku kau Jhon…

Ikra terkejut seakan tidak percaya mendengar perkataan Jhon.

Jhon
(tersenyum simpul)
Tidak… tidak persis seperti dua tahun yang lalu. Kali ini ada perbedaanya
Ikra
(mulai tersulut emosinya)
Apa? Lekas kau katakan Jhon
Jhon
Kali ini lebih taktis. Tidak akan ada lagi perang terbuka seperti dulu. Kita main halus.
Ikra
Alasan kau saja. Jika terdesak, kau juga bakal main tebas.
Tomi
(mencoba menengahi)
Sudahlah Ikra. Yang ini beda. Kau harus ingat. Kita lakukan ini untuk kesejahteraan masyarakat kita pada akhirnya.
Ikra
Bagaimana dengan petugas? Tak takutkah kalian dipenjara?
Hakim
Soal petugas, kami sudah pikirkan masak2. Tak ada yang bakal masuk penjara. Aku berani jamin.
Ikra
Yakin sekali kau. Lantas, apa rencanamu?
Hakim
(mengambil nafas sebentar)
Kita buat propaganda. Libatkan orang2 tua. Lalu sedikit2 kita buat mereka tidak aman. Yaa… kita bisa curi atau rusakkan sedikit barang-barang mereka. Kalau di jalan, kita kepung mereka. Kita tanyai macam2 sampai ciut nyalinya. Tidak akan makan waktu lama mereka pasti angkat kaki dari tanah kita ini.
Ikra
(mulai melunak)
Soal mencuri dan merusak, itu perbuatan kriminal. Mana ada petugas yang akan membiarkan?
Jhon
(tertawa kecil)
Petugas mana pula yang akan memperkarakan kegiatan massal? Pastilah mereka sadar betul akan buang-buang waktu mengusut perkara ini. Lagipula, kita punya pendukung dari belakang…
Ikra
Kapan kau akan mulai? Ini baru awal Agustus…
Jhon
(tertawa kecil)
Januari, Februari, Agustus… 1, 2, 17, 20 sama sajalah semuanya…
CUT TO



3.  EXT. JALANAN- JL. JAMBU; JALAN MENUJU RUMAH IKRA (SIANG)
Cast: Ikra, Sujiwo, Kardiman
Ikra berjalan kaki menuju rumahnya setelah pulang dari basecamp. Pada suatu gang di belakang rumah warga, ia mendapati 2 orang sedang berdebat. Yang satu tengah menangis dan yang satunya lagi berusaha meyakinkan rekannya agar tetap tegar. Mereka berdua adalah Sujiwo dan Kardiman, pendatang dari pulau Jawa. Ikra berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Tetapi konsentrasinya terpecah, ia merasa ada yang mengikutinya. Ia cari2 tapi tak ketemu. Ia lanjutkan mencuri dengar.


Kardiman
(menangis)
Aku ndak kuat lagi, Mas. Aku mau pulang saja ke kampung.
Sujiwo
(mendekatkan wajahnya ke Kardiman)
Apa kamu bilang? mau pulang? Punya sangu buat Bapak sama Ibu?
Kardiman
Ndak Mas… tapi aku sudah ndak kuat lagi. Hampir tiap hari aku ditekan. Mereka minta uang keamanan terus, Mas.

Sujiwo mundur. Suasana hening sejenak. Keduanya kalut dengan pikiran masing2.

Kardiman (cont’d)
Kemarin sore Karjo dibawa, Mas. Aku ndak tahu masalah jelasnya. Tapi ia pernah cerita kalau ia ndak mau bayar uang keamanan lagi.

Sujiwo
Kemana mereka membawanya, Man?
Kardiman
(menggeleng)
Sujiwo (cont’d)
(Terduduk lesu)
Kamu ingat pesan Bapak? Ndak ada itu yang namanya makan ndak makan asal kumpul. Makan dulu baru kumpul. Gimana caranya, kita harus tetap bertahan dan kerja keras agar mampu melanjutkan hidup. Tanggung jawab sama jalan yang sudah kita pilih. Tuhan itu ndak tidur... Tuhan itu ndak tidur.


Suasana hening sebentar. Masing2 mencoba menafsirkan kata2 Sujiwo.

Sujiwo
(bangkit)
Bertahanlah sebentar lagi. Ingat Bapak sama Ibu. Soal Karjo nanti kita pikirkan.
Kardiman
(mengangguk sambil menyeka air matanya)

Setelah menyaksikan kejadian itu selesai, Ikra melanjutkan perjalanannya.
CUT TO

4.  INT. PERPUSTAKAAN (SIANG)
Cast: Ikra, Yasmin
Ikra mencoba mencari jawaban atas permasalahan bagaimana mendamaikan penduduk asli dengan pendatang tanpa terjadi konflik. Ia membaca koran dan beberapa buku sambil mencatat. Yasmin memperhatikan Ikra dari balik rak buku. Setelah beberapa saat, ia pun mendekati Ikra.
Yasmin
(mengambil tempat duduk di depan Ikra)
Sibuk?
Ikra
(terkejut)
Eh, Kau Yas? Tidak terlalu

Menggeleng, lalu melanjutkan menulis

Ada perlu denganku?
Yasmin
(rikuh)
Tidak … tidak ada apa2. Hanya saja ku perhatikan dari tadi kau menulis-nulis sesuatu. Boleh kau cerita?
Ikra
(memperbaiki posisi duduk lalu memperhatikan mata Yasmin lekat2)
Kau pernah merasakan sakitnya berbeda dari orang kebanyakan?
Yasmin
(heran)
Tidak…
Ikra
Kau pernah dikucilkan atau diganggu karena kau tidak sepaham dengan orang lain?
Yasmin
(menggeleng)
Ikra (cont’d)
Pernah merasa cemburu berlebihan atas keberhasilan orang lain? Sampai ingin mencelakakan?

Yasmin
Pernah juga, tapi tidak terlalu berlebihan. Memangnya kenapa?
Ikra
(tersenyum sambil berpikir sejenak)
Ya sudah kalau begitu. Terima kasih. Kalau kau tidak keberatan… ada hal lain yang harus aku kerjakan.

Ikra melanjutkan menulis.
Yasmin
(tertegun sejenak atas perlakuan Ikra. Ia mengambil secarik kertas menulis: jam 4 sore di taman, melipatnya, lalu memberinya ke Ikra. Kemudian beranjak pergi.
Ikra
(Membaca tulisan dari Yasmin. Ia tak hendak menepatinya.)
CUT TO


5.  EXT. TAMAN-HALAMAN PERPUSTAKAAN (SORE)
Yasmin menunggu berharap Ikra mau datang memenuhi undangannya. Namun Ikra sudah berlalu tanpa diketahuinya.
CUT TO


6.  EXT. RUMAH MAKAN-TERAS (SORE)
Cast:Ikra, Sujiwo
Setelah makan Ikra tak sengaja bertemu dengan Sujiwo. Merekapun bebincang2
Ikra
(mendekati Sujiwo)
Boleh duduk di sini?
Sujiwo
Oh, boleh… silakan
Ikra
Sore yang indah. Tumben, tidak turun hujan.
Sujiwo
Iya… ya. Ndak hujan. Padahal sepanjang minggu yang lalu tiap sore mesti hujan.
Ikra
Dari aksennya, Mas ini Jawa ya?
Sujiwo
Iya, Mas. Saya di sini kerja di kebun kelapa sawit.
Ikra
Banyak, Mas… penghasilannya.
Sujiwo
Yaa… ndak tentu, Mas. Kadang kalau kebagian jatah jaga malam suka ada tambahan tipnya. Selain itu saya juga jualan ayam, Mas.
Ikra
Ayam? Mas punya peternakan?
Sujiwo
Ya, ndaklah Mas… saya beli dari kampung sebelah. Tapi akhir-akhir ini hasil dari jualan agak berkurang.
Ikra
(heran)
Berkurang? Maksudnya?
Sujiwo
Sudah beberapa hari ini… ada sekelompok pemuda yang mengaku pemuda asli daerah minta iuran keamanan. Keutungan dari jualan sebagian terpaksa saya kasih mereka. Kalau tidak, ada2 saja yang bakal hilang. Sudah banyak kejadian, Mas…
Ikra
Tidak melapor ke petugas keamanan?


Sujiwo
Wah… ndak berani e Mas. Lha wong mereka banyak. Lapor yang ini, pasti besok datang temen2nya. Eh, maaf… mas ini asli sini?
Ikra
(terkejut)
Oh… bukan. Saya juga pendatang.
Sujiwo
Syukurlah…. Hampir saya kelepasan e. Bisa2 saya di bawa.
Ikra
(terdiam, berfikir)
Sujiwo (cont’d)
Kadang saya masih heran, Mas. Lha wong Indonesia sudah merdeka… masih ada perang. Bukannya lawan penjajah malah lawan saudara sendiri. Kan kita ini sama2 warga negara Indonesia. Harusnya kita berhak mencari penghidupan di mana saja, dari sabang sampai merauke, tanpa intimidasi. Bener ndak, Mas?
Ikra
(mengangguk)
Sujiwo (cont’d)
Katanya sumpah pemuda. Katanya bhineka tunggal ika. Masa sama saudara sebangsa sendiri yang lain daerah masih musuh2an. Padahal pahlawan2 kita dulu mati2an mempersaudarakan kita di bawah merah putih… kalau gini terus mana bisa kerja. Negara ndak bakal maju. Ya tho mas?
Ikra
(mengangguk)
Mas sendiri masih mau kerja di sini? Masih tahan?
Sujiwo
Ya… mau gimana lagi, Mas. Penghidupan harus dicari o. Kalau di kampung saya ndak bisa kerja apa2 Mas. Di sini… meskipun kecil2an tapi kerja. Sedikit2 lama2 kan jadi bukit…

Ikra
Soal gangguan keamanan?
Sujiwo
Ya… ikuti saja mas maunya mereka. Ndak ada gunanya melawan. Kalau ditampar pipi kanan, kasih pipi kiri sekalian. Legowo… lebih nyaman dan lebih aman. Eh, maaf… Mas nya Kristen?
Ikra
Bukan Mas… bukan…
Keduanya terdiam sejenak, memikirkan hasil pembicaraan meraka.
CUT TO

7.  INT. KAMAR IKRA (MALAM)
Ikra mencoba mereka2 skema dari catatan2 nya di perpustakaan tadi. Dihidupkannya rekaman berita peristiwa kerusuhan etnis dua tahun yang lalu. Namun, pikirannya tetap gundah karena tidak menemukan langkah yang tepat.
CUT TO

8.  EXT. JALANAN (SIANG)
Ikra bertemu dengan Hakim. Mereka berpapasan. Hakim menyampaikan berita ke Ikra bahwa nanti malam akan dilakukan aksi intimidasi terhadap pendatang2 dengan melakukan gangguan keamanan.

Hakim
(mendekat ke Ikra)
Jangan lupa nanti malam jam sebelas. Ingat, kita melakukan ini demi kesejahteraan masayarakat kita…

Wajah Hakim sungguh2. Ikra mengangguk mengiyakan. Hakim pun berlalu.
CUT TO

9.  INT. KAMAR IKRA (SORE)
Ikra frustasi. Ia belum lagi menemukan cara untuk mendamaikan suasana. Ia tak ingin kejadian dua tahun lalu terulang. Waktu itu ia dan adiknya, Ranu, terlibat. Ranu menjadi korban. Di tengah ke-frustasiannya, ia mengemasi bom yang telah dirakitnya jauh2 hari. Sekali lagi, ia merasakan ada yang mengikutinya.

Ikra
(terdiam sejenak, mengambil handphone yang berfungsi sebagai detonator di meja)
Mungkin kau ikhlas jika aku menyusulmu, Ranu. Ranu, jawab aku bertanya. Jawab aku bertanya…

Ikra berteriak ke arah Ranu yang sedari dulu mengikutinya secara gaib
CUT TO

10.         EXT.BASECAMP (SORE)
Ikra meletakkan kardus berisi bom lalu pergi.



(THE END)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar