Senin, 28 Februari 2011

Belajar dari Fungsi Kuadrat



Adalah Matematika, induk dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Begitu pentingnya Matematika bagi ilmu pengetahuan sehingga Matematika dipelajari mulai dari seorang anak yang baru belajar menulis hingga di tingkat perguruan tinggi. Begitu banyak program komputer yang berkaitan langsung dengan Matematika. Bahkan, penemuan mutakhir pun harus melalui tahap perhitungan yang panjang dengan rumus – rumus yang kompleks pula. Maka tak heran bila kecerdasan seseorang dapat dinilai dari pemahamannya tentang Matematika.

Mencari akar Matematika sama halnya dengan kembali kepada Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang telah mengajarkan manusia. Tidak berhenti sampai di situ, bahkan Allah SWT mewajibkan hamba – Nya untuk menuntut ilmu dan Allah SWT meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan (Q.S 58 Ayat 11). Subhnallah, begitu pemurah Allah yang telah menjadikan menuntut ilmu sebagai ibadah. Padahal sesungguhnya ilmu yang didapat oleh manusia bermanfaat bagi manusia itu sendiri.

Dari sekian banyak rumus dan penjabaran Matematika, ternyata mengandung makna yang sangat mendalam. Bahkan bila dikaji lebih lanjut, dapat memberi dampak yang luar biasa positif bagi manusia sebagai agen IPTEK. Salah satunya adalah ‘ Fungsi Kuadrat’. Pokok bahasan yang lebih dahulu dipelajari di bangku Sekolah Menengah Atas ini memiliki bentuk umum y=ax +bx+c (dimana a,b, dan c sebagai konstanta dan x sebagai Variabel) dan bila digambarkan dalam bentuk kurva akan berbentuk seperti huruf U (atau seperti huruf V tanpa sudut). Lalu apa yang menjadi rahasia dibalik bentuk umum tersebut

Bentuk y=ax +bx+c dimana a selalu bernilai positf (a>0) mengajarkan kepada kita untuk selalu memulai sesuatu dengan hal positif. Selalu berpikir bagaimana ilmu yang didapat nantinya akan bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Belajar itu ibadah apabila disertai dengan niat yang ikhlas. Keyakinan inilah yang menjadi modal kita sehingga kita mempunyai nilai (bukan nol).

Meskipun a selalu bernilai positif, tetapi b dan c tidak selalu demikian. b dan c bisa saja bernilai negatif. Tapi lihat yang terjadi pada kurva. Setelah melewati lembah, kurva terus naik tanpa pernah turun sekalipun. Sangat berbeda dengan logika yang menyatakan bahwa konstanta negatif mengisyaratkan grafik turun.

 Hidup tidak dapat dipungkiri selau mengandung nilai – nilai negatif. Betapapun kerasnya manusia menghindari nilai – nilai tersebut, manusia pasti mengalaminya. Tapi, hanya manusia yang kreatif dan penuh inovatif, yang mampu mengubah nilai – nilai negatif yang ada disekelilingnya menjadi peluang untuk terus maju. Terus menjadi lebih baik.



Nilai dari variabel x yang belum diketahui mengajarkan kita untuk tidak sombong dan cepat puas dalam menuntut ilmu. Masih banyak yang belum diketahui, masih banyak yang belum ditemukan, dan masih banyak yang bisa kita sumbangkan buat kemajuan IPTEK. Selalu seperti gelas yang kosong yang tiap detiknya diisi dengan tetesan air.

Apabila digambarkan dalam bentuk kurva, fungsi kuadrat akan berbentuk seperti huruf U atau V tanpa sudut. Seperti jalan seseorang yang bersungguh – sungguh dalam menuntut ilmu. Meskipun sesuatu dimulai dengan positif, suatu saat akan mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Namun, ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Perbaharui niat terus – menerus, ikhtiar tiada henti dengan memberdayakan potensi yang ada. Insya Allah kurva tersebut akan naik kembali, bahkan bisa jadi tanpa batas bila variabel x terus ditambah dari waktu ke waktu.

Sebelum menggambar kurva, kita harus mengetahui nilai x dan y. Setelah semua komponen ditemukan, kemudian disusun ke dalam sumbu x dan sumbu y pada Diagram Cartesius. Sumbu x sebagai sumbu horisontal dan sumbu y sebagai sumbu vertikal. Kedua sumbu tersebut berfungsi sebagai koridor / acuan dalam menggambar kurva. Tanpa keduanya, mustahil kurva fungsi kuadrat dapat diwujudkan.

Apabila manusia ingin mendapat ilmu yang barokah, maka ia harus menjaga hubungan vertikal dengan penciptanya (hablum minallah). Selalu berdoa agar mendapat keridhaan Allah SWT. Merenungi segala ciptaan – Nya, senantiasa berpikir, dan menjaga takwa. ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah SWT) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S 2 Ayat 164). Begitulah cara Allah SWT mengajar manusia. Semakin banyak ilmu, semakin merasa kecil di hadapan – Nya, dan semakin ingin selalu berdekatan dengan – Nya. Itulah esensi sesungguhnya dari ilmu pengetahuan.

Hakikat IPTEK adalah menuju sesuatu yang lebih baik. Mencipta sesuatu yang belum ada menjadi ada dari buah pemikiran. Namun, pemikiran yang terlepas dari koridornya dapat memberikan efek yang sangat buruk. Untuk itu perlu adanya hubungan horisontal yang baik dengan sesama manusia (hablum minannas). Membangun empati dan tenggang rasa untuk mengenal kebutuhan manusia. Merekam setiap fenomena sosial yang terjadi, sehingga hasil temuan kelak dapat bermanfaat bagi hidup manusia. Nuklir adalah sumber tenaga. Nuklir adalah untuk penerangan. Nuklir bukanlah alat untuk menghancurkan peradaban. Nuklir bukanlah alat untuk menciptakan kesengsaraan.

Selain itu, ilmu yang bermanfaat juga harus diajarkan. Selain bernilai ibadah, ilmu yang diajarkan juga dapat dijadikan sebagai pemicu munculnya pemikir – pemikir baru yang diharapkan dapat menciptakan pengetahuan – pengetahuan baru.
Sebagian orang berpendapat bahwa IPTEK dan Agama (khususnya Islam) sama sekali tidak dapat disatukan. Islam hanya akan menjadi penghalang / pembatas kemajuan IPTEK. Pernyataan ini sama sekali tidak benar. IPTEK dan Islam saling sejalan dan melengkapi. Tanpa Islam, IPTEK tak ubahnya seperti mobil tanpa kemudi. Tanpa IPTEK, manusia juga akan kehilangan identitasnya sebagai seorang muslim. Seperti halnya sistem penambahan. Salah satu sisi tidak boleh bernilai nol agar menjadi berarti (a+b ≠ a+0). Bahkan, untuk tingkatan yang lebih ekstrim lagi seperti pada sistem perkalian, sisi bernilai nol akan menghilangkan makna sisi yang lainnya (a.b=ab, a.0=0)

Untuk menuju suatu tujuan yang mulia, selalu ada kompetitor / pesaing. Setiap orang (bahkan negara) berlomba – lomba menjadi yang terbaik. Segala cara dilakukan. Hitam menjadi putih dan putih menjadi hitam. Perang teknologi tidak dapat dihindari. Pihak – pihak yang tidak senang dengan pesatnya laju pertumbuhan ilmuwan – ilmuwan Islam selalu mencari cara untuk menghambat laju tersebut. Tidak perlu khawatir kalah dalam persaingan selama kita berpegang teguh pada tali agama Allah. Menuntut ilmu adalah ibadah. Niat ikhlas demi kemaslahatan umat, demi hidup bahagia dunia dan akhirat. Buktikan, bahwa seorang muslim dapat berarti dan bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Fastabikul khairaat. Subhanallah.

1 komentar: