Kamis, 03 Maret 2011

You Can Be Anyone You Want


            Terkadang kita berpikir untuk maju, atau hendak melakukan sesuatu, tetapi urung karena segera dicegah oleh diri kita sendiri. Ya, diri sendiri. Diri sendiri memang dapat berubah menjadi musuh yang sangat mematikan. Cara-cara pencegahan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk rasa malas, minder, merasa tidak punya kemampuan, ataupun menjelek-jelekkan diri sendiri secara verbal. Di tengah kampanye ‘be yourself’ yang semakin gencar di media-media, haruskah kita bertahan dengan diri sendiri yang jelas-jelas memuat segudang sisi negatif?
            Pernahkah kita berpikir untuk menjadi orang lain? Apa manfaat yang kita peroleh jika menjadi orang lain? Salahkah berlaku demikian?
            Jika ingin pintar berbicara, jadilah Soekarno. Jika ingin tajam dalam menganalisa, jadilah Hatta. Jika ingin lancar merangkai kata-kata, jadilah Chairil. Jika ingin kaya raya, jadilah Martha Tilaar. Jika ingin pandai dalam mencipta karya rupa, jadilah Affandi. Jika ingin menggaet lebih banyak wanita, jadilah Donny Alamsyah atau Irfan Bachdim (nama-nama yang muncul 100% dalam negeri mengingat negeri ini juga penuh dengan orang-orang hebat). See,semudah itu untuk menjadi orang lain. Lalu mengapa kita bertahan dengan diri sendiri? Tidakkah kita punya keinginan untuk melangkah ke depan, ke keadaan yang lebih baik?
            Banyak orang bilang adalah palsu menjadi orang lain. Sebenarnya tidak juga. Jika kita mengikuti prosesnya dengan benar dan sungguh-sungguh, menjadi orang lain dan menjadi diri sendiri adalah dua hal yang berdekatan. Mario Teguh pernah berkata (sepanjang ingatan verbal saya): menirulah, hingga kamu tidak bisa meniru lagi. Meniru di sini mengisyaratkan untuk meniru orang lain (dalam tingkatan yang lebih ekstrem: menjadi orang lain), meniru hal-hal yang baik dari orang lain untuk dijadikan bagian dari diri sendiri. Semakin banyak hal-hal baik yang dapat kita tiru, semakin banyak hal-hal baik yang dapat kita simpan, semakin kaya diri kita.
            Untuk dapat menjadi orang lain, hal pertama yang harus dilakukan adalah belajar. Belajar secepat mungkin dari berbagai sumber dan media (literatur, televisi, artikel, film, berita, rumor, dsb). Kunci utama dari belajar adalah kebersediaan. Jika bersedia dan rela untuk belajar, maka proses belajar akan semakin cepat. Kita harus paham sepenuhnya mengenai orang-orang yang ingin kita menjadi dirinya. Kita harus dapat menyerap dengan cepat cara berpikirnya, cara berbicaranya, cara berjalannya, cara tersenyumnya, hingga caranya mencium seorang gadis (yang terakhir ini butuh keberanian ekstra, lho). Apapun tentang pribadi yang kita ingin menjadi dirinya harus kita serap dengan cepat untuk kemudian dipraktekkan. Persis seperti berakting. Para aktor seyogyanya harus melakukan observasi yang mendalam jika ingin sukses membawakan sebuah peran.
             Sebagai contoh, pada hari Sabtu kita ingin menjadi Gie (Soe Hok Gie). Untuk dapat ‘memerankan’ Gie dengan sempurna, kita harus melakukan hal-hal seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Bacalah buku-buku tulisannya, kenali hobi dan kebiasaannya. Contoh yang sukses membawakan Gie adalah Nicholas Saputra, yang memerankan Gie dalam film berjudul sama. Memang tidak terlalu sama, tapi kita tetap dapat meng- copy sosok Gie dari hasil observasi yang dilakukan Nicholas. Tontonlah film tersebut dua atau tiga kali. Perhatikan cara dia berbicara, tersenyum, cara berjalan, cara dia menatap, cara dia menyangklong tas, dan cara-cara lainnya. Buat rencana untuk melakukan apa-apa yang ‘Gie’ lakukan seperti dalam film tersebut: membaca, menulis, nonton film, berdiskusi, naik gunung, berkumpul dengan teman-teman, dsb. Dan ketika hari Sabtu tiba, bangunlah dengan label di dada: ‘hari ini aku adalah Gie’. Dan jika latihan ini sukses, minggu depan jadilah Soekarno, Hatta, Chairil, Affandi, atau siapapun yang ingin kamu menjadinya. Akan lebih baik jika kegiatan ini dianggap sebagai bagian dari kesenangan, seperti aktor yang menemukan kesenangan dalam berperan. 


            Lalu bagaimana dengan diri sendiri? Apakah hilang begitu saja dengan menjadi orang lain? Tentu tidak. Pada akhirnya kita adalah kita. Kita dengan muatan Soekarno, Hatta, Chairil, dan Affandi. Kita yang sudah tidak bisa lagi meniru karena semua pribadi yang kita inginkan telah menyatu ke dalam pemikiran dan jiwa kita. Yes, you can be anyone you want.
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar